Tuesday, April 7, 2009

Terapi Dini Hepatitis Cegah Kanker Hati

Jakarta (ANTARA) - Terapi hepatitis C kronik sejak dini dapat mencegah perkembangan ke arah pengerasan hati (sirosis) dan kanker hati (hepatoseluler karsinoma).

"Infeksi hepatitis C bisa diobati dan sebagian besar dapat disembuhkan. Hasil penelitian selama 10 tahun menunjukkan pengobatan dini dapat mencegah sirosis serta menurunkan resiko kanker hati dan kematian. Biaya perawatan juga jadi bisa ditekan," kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Dr. Unggul Budihusodo, SpPD, KGEH di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, terapi hepatitis C terutama ditujukan untuk melenyapkan virus, menghentikan perkembangan penyakit dan menghilangkan gejala penyakit yang antara lain ditandai dengan perut buncit, kaki bengkak dan tubuh menguning.

Standar emas terapi hepatitis C saat ini, kata dia, adalah pengobatan dengan kombinasi pegylated interferon alfa dan ribavirin dengan lama terapi tergantung pada genotipe HCV.

"Keberhasilan terapi dipengaruhi faktor genotipe virus, jumlah virus, usia penderita, kondisi penyakit, saat memulai terapi dan kepatuhan pasien selama terapi," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, radang hati kronik akibat infeksi virus hepatitis C (HCV) tidak menunjukkan gejala awal yang bisa dikenali sehingga sekitar 90 persen orang yang mengidap hepatitis C tidak sadar dirinya terinfeksi.

"Sekitar 80-90 persen kasus menunjukkan gejala dan tanda yang minimal. Gejala baru terlihat ketika komplikasi sudah terjadi pada tahap lanjut, saat sudah parah," katanya.

Perkembangan penyakit hati dari infeksi awal HCV hingga menjadi kanker hati, menurut dia, juga cukup lama yakni antara 20 tahun hingga 30 tahun.

Oleh karena itu, lanjut dia, harus dilakukan pemindaian pada kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis C untuk menemukan sedini mungkin kasus infeksi hepatitis C dan menanganinya segera.

Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait harus memastikan sistem surveilans penyakit berjalan efektif untuk meningkatkan temuan kasus infeksi yang menular lewat kontak dengan darah dan cairan tubuh terinfeksi antara lain melalui transfusi darah, hubungan seks tidak aman, tato, tindik dan injeksi dengan jarum suntik itu.

Menurut Ketua Kelompok Kerja Hepatitis Departemen Kesehatan Dr.Ali Sulaiman, sejak Oktober 2007 hingga Maret tahun 2008 pemerintah bekerja sama sudah melakukan pengumpulan data hepatitis C di 125 fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di 11 provinsi pada tahap I dan 21 provinsi pada tahap II.

"Ada 491.134 sampel yang diperiksa dan 0,8 persen diantaranya positif terinteksi hepatitis C," katanya.

Ia menambahkan cakupan surveilans hepatitis C tersebut belum memadai dan masih harus diperluas untuk mengetahui besaran masalah infeksi hepatitis C di Indonesia yang saat ini diperkirakan sekitar satu persen hingga dua persen dari total penduduk.

Di samping surveilans, Unggul menjelaskan, kegiatan edukasi juga mesti diperbanyak untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya hepatitis C dan mendorong mereka memeriksakan diri secara mandiri.

Diagnosis infeksi hepatitis C, menurut Unggul, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan virus hepatitis C dalam darah dengan pemindaian anti-HCV dan HCV RNA kuantitatif.

Sumber : Antara - Sabtu, April 4



No comments: