Pelaksanaan tender teknologi komunikasi data nirkabel berpita lebar (broadband wireless access) Wimax tidak perlu dipaksakan cepat. Sebaiknya, tender ini dilakukan sambil menunggu optimalisasi kesiapan industri nasional dalam memproduksi perangkat akhir (costumer premises equipment /CPE).
Hal itu diungkapkan Ketua Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dimitri Mahayana dalam siaran persnya yang diterima, Senin (6/4). Menurutnya, kondisi saat ini, industri nasional belum siap sepenuhnya memproduksi CPE.
"Lima produsen Wimax yang ada saat ini lebih konsentrasi mengembangkan perangkat jaringan, dibandingkan membuat CPE," ucapnya. Akibatnya, ungkap dosen Teknik Elektro ITB ini, harga CPE yang ditawarkan di tingkat ritel di pasaran menjadi mahal. Kisaran harganya USD 300 per unit.
Menurutnya, harga ini terlalu mahal jika dilihat dari daya jangkau masyarakat. Wimax Forum menaruh harga ideal untuk produk CPE di dunia adalah USD 20-40. Jika harga jual lebih murah, maka pelanggan Wimax diperhitungkan akan lebih banyak.
Apalagi, berdasarkan hasil survei Sharing Vision per Januari 2009, sebanyak 91 persen dari total 100 responden menginginkan agar CPE Wimax diberikan cuma-cuma oleh operator. Dengan situasi ini, maka diperlukan CPE yang dalam jumlah banyak dari produsen dalam negeri. "Sedikitnya satu juta unit," ucapnya.
Adapun pengguna internet nirkabel berkecepatan tinggi saat ini berkisar 6 juta orang.
Jika industri dalam negeri betul-betul siap, Wimax bisa menjadi ikon bangkitnya industri telekomunikasi nasional sekaligus mendorong pelayanan internet berkecepatan tinggi yang murah.
"Maka dari itu, apabila belum siap, tender tidak perlu dipaksakan agar digelar di bulan-bulan ini," ucapnya. Jika dipaksakan, ia khawatir, banyak masalah yang akan timbul di kemudian hari. Misalnya, operator pemenang bisa dituntut karena tidak patuhi kewajiban konten lokal.
Ia pun memandang agar industri strategis terkait seperti PT INTI dan PT LEN difasilitasi pemerintah agar berani berinvestasi lebih banyak di dalam memproduksi CPE dan infrastruktur Wimax. Selain PT INTI, perusahaan yang telah mengembangkan Wimax, khususnya piranti CPE, adalah PT Hariff, PT Dama Persada, dan PT Indonesia Tower. Dama Persada misalnya, saat ini telah berhasil mengembangkan chipset lokal yang didesain baik untuk piranti CPE maupun statis.
Menurut Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Suhono Harso Supangkat, tender untuk piranti 3,3 gegabit sudah berjalan. Sementara, piranti yang 2,3 gegabit sedang dalam persiapan.
"April ini tender diharapkan tender sudah bisa berjalan," ucapnya. Ia membenarkan, kesiapan industri lokal harus diperhatikan betul. Kandungan konten lokal di piranti Wimax diharapkan mencapai 60 persen.
Sumber : Kompas - Selasa, April 7
No comments:
Post a Comment